One News Indonesia
Paska Kapolri menyampaikan Teddy Minahasa Putra tersandung kasus penjualan narkob saat jumpa pers kemarin. Urang Minangkabau "dibalai medsos" ikut berkomentar negatif terhadap kejadian itu, komentarnya macam-macam, semuanya dipastikan hal negatif diberikan pada mantan Kapolda Jatim tersebut.
Kini "sabui lah tibo dipungguang" Tuanku Teddy Minahasa terkait kasus penjualan narkoba hasil barang bukti. Salah satu imbas negatif dari kejadian kasus penjualan narkoba itu juga tertuju kepada Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat yang telah memberikan gala Tuanku kepada Teddy Minahasa yang waktu itu menjabat sebagai Kapolda Sumbar.
Musibah ini tentu juga dialami pada lembaga berkumpulnya ninik mamak tersebut yang telah memberikan penghargaan "gala keulamaan milik Piaman". Penulis perbendapat bahwa pemberian penghargaan dalam bentuk gala pada waktu itu sudah pas diberikan, niat baik angku ninik mamak sudah sesuai dengan "pinang lah kembali ketampuknya".
Saat itu Kapolda Sumbar, Teddy berhasil melakukan tugasnya membantu urang Minang memberantas penyakit adat yaitu memberantas minuman keras dan narkoba, memberantas perjudian. Serta menyepakati bersama ninik mamak yang dipelopori LKAAM yaitu menyelesaikan masalah hukum positif terlebih dahulu didalam diri, suku, kaum, dunsanak sebelum ditindak lanjuti porses hukum oleh polisi (Restorasi Justice).
"Malang sakijok mato", terseret kasus narkoba dialami Teddy terjadi. Namun dengan kejadian Teddy Minahasa ini barang tentu dipastikan musibah bagi urang Minangkabau yang tak perlu terulang lagi. Penulis mengambil hikmah dari kejadian Teddy ini. Kita ulang dan ulangi lagi secara prinsip. Mari "kito kembali lah kamatan adat nan saban adat", sehingga musibah seperti kasus Teddy Minahasa tidak terjadi lagi
Perlu diberi apresiasi keteguhan sebagian urang Minangkabau yang tidak royal memberikan gala kepada urang lain. Apalagi posisinya sangat rentan terhadap rekaya yang berakibat mencoreng nama baik bersama. Kedepan semua urang Minang perlu berhati-hati, pemberian gala disesuaikan lah dengan adat yang berlaku.
Menurut Penulis pemberian gelar adat sansako tidak bisa diberikan kepado orang lain, hal ini bisa dilihat dari sistem penganugerahan gelar adat sansako dalam masyarakat Minangkabau dari niniak turun ke mamak dari mamak turun ke kemenakan merupakan hal yang sudah jamak dan sangat dipahami oleh semua kalangan.
Maka urang Minangkabau tidak akan pernah mengambil gelar pusaka dari luar suku atau kaummnya, sebaliknya dia juga tidak akan pernah memberikan galar pusaka yang dimiliki kaumnya pada orang diluar kaumnya dengan alasan apapun, itu prinsip dalam ba kaum, ba suku, ba nugari.
Hakekat gala adat bagi masyarakat Minangkabau merupakan simbol dan identitas kesukuan yang disandangkan pada orang yang jadi pimpinan dalam suku tersebut. Tak sembarangan orang dapat menyandang gelar adat maupun pusaka tersebut. Begitu rumitnya nilai-nilai gala nan dimiliki, tentu tidak mudah diberikan.
Alam takambang menjadi guru, kasus Teddy Minahasa ini memberi pelajaran berharga bagi urang awak yang telah memberikan gelar adat Namo tuanku kepada beliau. Bicara gala tuanku dipiaman dak boleh ninik mamak yang memberikan. Itu ulama yang punyo sawah ladang.
Kedepan LKAAM berhati lah terhadap pemberian gelar adat tersebut, berikan gelar adat sesuai dengan adat sabana adat yang jadi tangung jawab dan kewenangan sesuai adat sabana adat yang lah lamo dipakai.
"Cupak acok dianjak dek rang paladang", apalagi saat ini eranya politik merajaai, semua dipolitisasi untuk mendapatkan apresasi ibarat memberi dan menerima. Jika itu menjadi tolak ukur dalam prosesi pemberian gala adat terhadap orang luar dan dalam, maka bisa hanyut kita serantau seperti yang terjadi pada kasus Jendral Teddy Minahasa ini.
Kesimpulan dalam tulisan ini kepada ninik mamak jangan Kito “obral adat”, cukup kasus Teddy Minahasa menjadi pelajaran berharga bagi urang ranah minang yang telah memberinya gala. Kalau Kito tidak tobat-tobat dalam pemberian gala tersebut musibah selalu menimpa.
Kedepan tampa kita sadari sudah bisa terjadi dan kedepan bisa dilakukan urang hebat. Siapa yang berkuasa, siapa nan bapangkek, siapa yg memiliki modal
nantinnya bisa saja memberikan gelar adat sansako kepada orang lain tampa berpikir logis[*].